Free Program Si Kangkung Pendekar Lugu Pdf
Embed Hobibaca.com - Jilid 01 - Pedang Hati Suci - Chin Yung. HobiBaca.Com Menu HomeElectronic QuranBuku TamuDownload Info Admin Fasilitas Komentar2006-12-07, 11:48:32Khusus untuk Artikel, kita sudah menambahkan fasilitas untuk kirim komentar. Semoga dengan ini akan ada feedback buat kami dan juga menambah informasi lainnya bagi para pembaca.
Terima KasihLainnya. Partner Pengunjung Online: 8 UsersHari ini: 62 Users29285 Sejak tanggal:25 September 2006 Isi Cerita Silat Cina Chin Yung Pedang Hati Suci Karya: Chin YungPenerjemah: -Pengirim: AdminTanggal: 2006-10-10, 12:36:44 Pedang Hati SuciJilid 01 Tok. Tok trok tok.
Begitulah bunji serentetan beradunja dua batang kaju, terkadang berhenti agak lama, menjusul lantas berbunji pula dengan tjepat. Tempat itu adalah sebuah kampung Moa-keh-po diluar kota Wan-ling di wilajah propinsi Ouw-lam barat. Didepan tiga buah gubuk jang berderetan itu ada seorang kakek sedang menganjam sepatu rumput. Terkadang dia mendongak mengikuti pertarungan antara sepasang muda-mudi dilapangan djemuran padi sana. Usia kakek itu kira kira setengah abad namun mukanja sudah penuh keriput, rambutnja lebih separuh sudah ubanan, suatu tanda banjak penderitaan pedjuangan hidup. Tapi waktu itu tampak dia mengulum senjum, ia puas terhadap pertandingan pedang sepasang muda-mudi itu.Pemudi jang sedang bertanding itu berumur antara 17-18 tahun berwadjah bundar, bermata djeli.
Keringatnja sudah membasahi keningnja dan mengutjur pula kepipinja. Ketika ia mengusap keringat dengan lengan badjunja, makin tjantiklah tampaknja gadis itu. Adapun usia pemuda itu lebih tua dua-tiga tahun daripada si gadis. Berperawakan djangkung, kulitnja hitam, tulang pipinja agak menonjol, tangan kasar, kaki besar, itulah tjiri tjiri khas anak petani.Pedang kaju jang dimainkannja itu tampil sangat tjepat dan lintjah. Sekonjong-konjong pedang kaju pemuda itu menabas dari atas pundak kiri miring kebawah.
Menjusul tanpa menoleh pedangnja berputar dan menusuk kebelakang. Namun si gadis sempat menghindar dengan mendekan kepalanja, habis itu iapun membalas menusuk beberapa kali. Mendadak pemuda itu mundur dua tindak, habis itu ia bersuit panjang sekali, pedangnja berputar, tjepat ia menebas ke kanan dan kekiri beruntun-runtun tiga kali.
Karena kewalahan, tiba tiba si gadis itu menarik pedangnja dan berdiri tegak tanpa menangkis, bahkan omelnja: Baiklah anggap kau lihay, sudah boleh engkau membatjok mati aku! Sama sekali pemuda itu tak menduga bahwa sigadis bisa mendadak berhenti dan tidak menangkis, padahal tabasan ketiga itu sedang dilontarkan kepinggang lawan. Dalam kedjutnja, lekas lekas pemuda itu hendak menarik kembali serangannja, namun tenaga jang dikeluarkan itu sudah kadung terlalu kuat, plek, sekuatnja ia kesampingkan pedangnja, tapi tidak urung lengan kiri sendiri terketok oleh sendjata sendiri. Dalam kaget dan sakitnja tanpa merasa ia mendjerit sekali. Gadis itu tertawa geli, katanja: Huh, malu tidak kau? Tjoba kalau sendjatamu itu adalah pedang sungguhan, bukankah lenganmu itu sudah terkutung?
Wadjah si pemuda jang kehitam-hitaman itu mendjadi merah, sahutnja: Aku kuatir tabasanku tadi mengenai badanmu, karena itu tanganku sendiri jang terkena. Kalau benar2 mau bertempur dengan musuh, masakan orang mau mengalah padamu? Suhu, haraplah engkau memberi pendapat jang adil? Apa betul tidak kataku ini? Kata terachir ini ia tudjukan pada si kakek jang masih asjik menjelesaikan sepatu rumputnja itu. Sambil memegangi sepatu rumputnja jang setengah selesai itu, sikakek berbangkit dan berkata: Di antara 50-an djurus permulaan kalian itu masih boleh djuga, tapi djurus2 belakangan makin lama semakin tak keruan.
Ia ambil pedang kaju dari sigadis, ia pasang kuda2 dan melontarkan suatu serangan bergaja miring lalu katanja pula: Ini adalah djurus Koh-hong-han-siang-lay (bandjir datang ber-teriak2), menjusul ini adalah Si-heng-put-kan-ko (ketemu lintang tidak berani lewat). Karena melintang maka harus menabas dan tidak boleh menusuk kedepan. Sedang kakek itu asyik mentjerotjos dengan teori ilmu pedangnja, se-konjong2 terdengar suara ketawa orang ter-bahak2 dibalik timbunan jerami sana.Untuk sedjenak sikakek melengak, tapi setjepat panah ia terus melompat kesana. Djangan menjangka sikakek sudah ubanan gerak-geriknja ternjata sangat gesit dan tjekatan, sedikitpun tidak kalah daripada anak muda.
Ia mengira suara orang terbahak itu tentu lagi mentertawai tjaranja dia memberi peladjaran ilmu pedang pada muridnja tadi. Tapi demi melihat siapa orang itu ia menjadi tahu duduknja perkara. Kiranja dibalik timbunan djerami itu berduduk seorang pengemis tua yang lagi sibuk mentjari tuma dari badjunja yang rombeng dan berbau itu lantaran tidak pernah ditjutji. Sembari mentjari tuma, pengemis itu berjemur diri dibawah sinar sang surya.
Ketika dapat menangkap seekor tuma, tjepat-tjepat ia masukkan kemulutnja terus dikeletak lalu ia tertawa ter-bahak2 dan berkata: Huh, lari kemana kau sekali ini. Ha-ha, kembali seekor lagi! Kakek itu tersenjum dan putar balik ketempatnja tadi, ia mengulangi pula permainan beberapa djurus Kiam-hoat tadi. Njata permainannja djauh berbeda daripada kedua anak muda, gerakannja tjepat dan gajanja indah, keruan kedua anak muda-mudi itu merasa kagum tak terhingga hingga bertepuk tangan memudji. Kakek itu kembalikan pedangnja kepada sigadis, katanja: Kalian boleh melatih sekali lagi. A Hong djangan main kelakar, tadi kalau bukan Suko sengadja mengalah, tentu djiwamu sudah melayang!
Gadis itu meleset lidah sekali, mendadak pedangnja terus menusuk dengan tjepat luar biasa. Pemuda itu belum lagi ber-siap2, dalam keadaan kelabakan ia masih sempat menangkis. Tapi karena telah didahului sigadis ia menjadi ketjetjar hingga untuk semenatar tak mapu melantjarkan serangan balasan. Ketika dia sudah terdesak dan tampaknja segera akan kalah, tiba2 dari arah timur sana ada suara derapan kuda jang ber-detak2.
Seorang penunggang kuda tampak mendatang dengan tjepat sekali. Siapakah itu jang datang? Kata sipemuda.
Sudah kalah djangan main belit! Siapapun jang datang tiada sangkut-pautnja dengan engkau! Bentak sigadis dan be-runtun2 ia menjerang tiga kali pula.
Sekuatnja pemuda itu menangkis sambil mendjawab dengan gusar: Memangnja apa kau sangka aku djeri padamu? Mulutmu jang tidak djeri, tapi hatimu takut! Sahut sigadis sambil menusuk kekanan dan kekiri, dua serangan jang tjepat dan indah. Tatkala itu sipenunggang kuda tadi sudah dekat dan memberhentikan kudanja, melihat serangan sigadis itu, tak tertahan lagi ia berseru: Bagus! Serangan hebat!
Thian-hoa-loh-put-tjin, Kau-dju-niu-ham-hui! (bunga dilangit bertebaran, di-mana2 burung terbang mentjari makan).
Free Program Si Kangkung Pendekar Lugu Pdf Gratis
Mendengar itu, sigadis bersuara heran sekali dan mendadak melompat mundur untuk mengamat-amati pendatang asing itu. Ia lihat orang berusia antara 23-24 tahun, berdandan perlente sebagai lazimnja putera hartawan dikota.Tanpa merasa wadjah sigadis mendjadi merah djengah, serunja kepada sikakek: Tia (ajah), ken. Kenapa dia tahu? Memangnja sikakek djuga sedang heran demi mendengar sipenunggang kuda itu dapat menjebut nama2 tipu serangan gadisnja tadi, maka ia bermaksud menegurnja. Sementara itu, sipenunggang kuda sudah lantas melompat turun dan mendekati sikakek, ia memberi hormat dan berkata: Numpang tanja, Lo-tiang, di Moa-keh-po sini ada seorang ahli pedang, namanja Djik Tiang-hoat, Djik-loyatju, dimanakah tempat tinggalnja? Aku sendirilah Djik Tiang-hoat, sahut sikakek itu.
Untuk apakah Toaya (tuan) mentjarinja? Segera pemuda gagah itu mendjura ketanah, katanja: Wanpwe bernama Bok Heng, dengan ini memberi hormat kepada Susiok. Wanpwe diperintahkan Suhu untuk mentjari Djik-susiok. Haha, djangan sungkan2, tak usah banjak adat!
Sahut Djik Tiang-hoat dengan tertawa sambil membangunkan pemuda itu. Ketika tangan memegang tangan, ia sengadja kerahkan sedikit tenaga dalam hingga separoh tubuh pemuda itu mendjadi kaku linu. Dengan muka merah Bok Heng berbangkit, katanja: Wah, Djik-susiok telah mengudji Wanpwe, sekali ketemu Wanpwe sudah memalukan. Lwekangmu memang masih kurang kuat, udjar Tiang-hoat dengan tertawa.
Kau adalah murid keberapa dari Ban-suko? Kembali muka Bok Heng merah djengah, sahutnja: Wanpwe adalah murid Suhu jang kelima. Biasanja Suhu suka memudji Lwekang Djik-susiok sangat tinggi, mengapa baru ketemu sudah gunakan Wanpwe sebagai pertjobaan?
Djik Tiang-hoat ter-bahak2, katanja: Apakah Ban-suko baik2 sadja? Sudah belasan tahun kami tidak bertemu. Berkat pudji Susiok, beliau sangat baik, sahut Bok Heng. Kedua Suko dan Sutji ini tentunja murid2 pilihan Susiok bukan? Segera Djik Tiang-hoat memanggil sipemuda dan sigadis tadi: A Hun, A Hong, hajo lekas kemari menemui Bok-suko.
Nah, ini adalah muridku satu2nja Tik Hun, dan ini adalah puteriku A Hong. Ala, dasar gadis desa, pakai malu2 segala, Bok-suko adalah orang sendiri, kenapa mesti malu? Kiranja Djik Hong lagi mengumpet dibelakangnja Tik Hun, dengan likat ia sedang tersenjum sambil mengangguk sadja. Sebaliknja Tik Hun lantas menjapa: Bok-suheng, Kiam-hoat jang kau peladjari serupa dengan kami punja bukan? Kalau tidak, masakah sekali lihat engkau lantas dapat menjebutkan tipu serangan Sumoay tadi? Tiba2 Djik Tiang-hoat meludah keras2 ketanah. Gurumu dan Suhunja adalah.